Pages

Selasa, 20 Agustus 2013

Perindu


Pada ketinggian langit yang bertuankan Tuhan
Ribuan kata kugantungkan
Di tiap gulungan awan yang kau lihat saat fajar datang

Pada kedalaman laut yang bertuankan Tuhan
Ribuan kata kutenggelamkan
Di tiap buih yang menyeruak ke permukaan

Tengok pula sejenak ke belakang
Ribuan kata kujejalkan
Di tiap jejak yang kau pijak menuju entah kemana

Aku, seorang perindu
Yang sebegitu takut mengucap rindu


"Roger"

Masih berlatar KKN, hari ke-49. Well, kali ini aku akan bercerita tentang seorang bocil (bocah kecil) di lokasi KKN. Namanya Wanto, kelas 5 SD (atau 6? entahlah).
Kenapa bocil satu ini sampai kutulis disini? Simply because I don't have a special thing to tell, haha.

Jadi, Wanto ini menjadi Bolang (Bocah Petualang) saat tim variety show Si Bolang menyambangi desa wisata Ketenger. Saat itu, Wanto berkeliling menjelajahi tempat-tempat alam yang indah di Ketenger untuk keperluan syuting dan ia dibayar tiga ratus ribu rupiah. Saat salah seorang teman KKN bertanya untuk apa uang yang didapatnya itu, ia menjawab "buat main PS". Yah, namanya juga bocil.

Menurutku, sebagai anak SD, pemikiran Wanto bisa dibilang cukup dewasa. Diskusi dengan Wanto lebih "nyambung" dibanding dengan bocil-bocil lain disini. Dia juga sering memberikan informasi penting mengenai desa Ketenger. Helpful.

Tapi tapi tapi, akhir-akhir ini ia menjadi sangat menyebalkan. Diskusi sudah tak se-menyenangkan sebelumnya, dan yang lebih menyebalkan lagi, sikapnya memburuk. Datang ke pondokan KKN tak kenal waktu, dari pagi hingga malam. Pernah beberapa kali ibunya datang ke pondokan dan menyuruhnya pulang. Juga, ia "nyolot" dengan kami anak-anak KKN. Juga, seringkali ia nimbrung makan di pondokan. Fyi, untuk keperluan makan, kita harus pandai-pandai memutar otak agar keuangan kas cukup untuk memenuhi kebutuhan pondokan seperti makan dan peralatan pondokan, juga untuk keperluan program KKN. Hmmm, fyi lagi, aku bendaharanya :|

Jadi, untuk mengatasi bocil satu ini yang kerap sembarangan nyomotin makanan di pondokan sampai beberapa teman KKN nggak kebagian, jadilah kita menamai bocil ini dengan sebutan "roger". Biasanya, kata "roger" digunakan untuk berkomunikasi antar dua orang. Hasil googling dari http://1014rapi.wordpress.com/2012/04/16/arti-kata-roger-dan-asal-muasalnya/, aku menemukan bahwa "roger" diartikan sebagai “I have received all of the last transmission” dalam terminologi komunikasi radio. Dan untuk keperluan komunikasi di pondokan KKN, kami mengartikannya sebagai "I have received the information that 'that kid' is coming". Hahaha.

Jadi, mulai sekarang, tiap ada yang berkata "roger!" kita akan bergegas ke dapur mengamankan makanan.....di atas lemari makanan. Yeah, mencegah lebih baik daripada mengobati, kan? :))))

Rabu, 14 Agustus 2013

Ini Lebaranku, Mana Lebaranmu?


Sedikit cerita tentang momen lebaran
Yang kulalui bersama mereka yang berbeda

Jadi, lebaran kali ini adalah lebaran yang amat berkesan (atau menyedihkan?) bagiku. Aku melewati lebaran pertama tanpa keluarga. Nggak ada mereka-mereka yang menjadi alasanku merindui rumah. Nggak ada mereka-mereka yang membuatku bersimpuh mohon diberi umur panjang demi selalu bersama.

Dengan jatah cuti KKN selama 5 hari, nggak mungkin aku bisa menggunakannya untuk merayakan lebaran bersama keluarga. Kenapa nggak bisa? keluargaku mudik ke Bangka, ke rumah kakek dan nenek selama... seminggu lebih. Jadilah aku pasrah berlebaran di tempat KKN.

Dari 10 orang  penghuni pondokan KKN, ada 6 orang yang sholat Ied di lapangan desa, sisanya mudik.
Pagi-pagi jam 7, udah rapi jali mau berangkat ke lapangan, di depan pondokan aku jatuh dengan (nggak) anggun. Untungnya bajuku nggak robek, cuma luka-luka di dengkul dan nyeri di tangan. Ya, cuma.

Jarak antara pondokan ke lapangan sebenernya nggak terlalu jauh, tapi dengan keadaan dengkul yang luka begini, yah... tau sendiri lah gimana rasanya :|

Ternyata, pelaksanaan sholat Ied disini nggak berbeda jauh dengan pelaksanaan sholat Ied di Jogja maupun di Bangka. Cuma bedanya, saat sujud, kakiku agak ndlosor karena... dengkulku sakit. Ya, itu bedanya.

Selesai sholat Ied, ada acara salam-salaman sama semua warga yang hadir disana. Bisa bayangin gimana pegelnya berdiri buat salam-salaman satu kampung dengan dengkul yang nyut-nyutan?
Ah, aku baru sadar apa maksud penceramahnya tadi menyampaikan materi tentang penghapusan dosa kepada mereka yang saling berjabat tangan. Ya, supaya kita sabar berdiri pas salam-salaman.

Selesai acara salam-salaman, kita kembali ke pondokan. Aku telpon orangtuaku dan, yah, nangis. Kebayang banget gimana wajah mereka, sementara aku jauh, nggak bisa sungkem secara langsung. Sedih, aku sedih. Sedih. Sedih. Sedih.

Setelah telpon, masih dalam keadaan mata sembab akibat nangis, aku menyantap opor serta rendang buatan Ibu Rasun, pemilik pondokan. Rasanya enak, suer. Nggak kalah enak sama buatan nenek.

Karena bingung mau ngapain lagi, akhirnya sorenya aku pergi main ke kota bersama temanku, dengan harapan bisa menemukan tempat yang oke buat cuci mata dan cuci perut. Ternyata, hampir semua toko tutup, bahkan mall terbesarnya pun tutup. Jadilah kita nongkrong di mall (atau supermarket?) yang tetap buka di hari lebaran ini.

Yah, intinya, aku bersyukur masih diberi nikmat nafas hingga dapat merayakan lebaran di tahun ini. Meski tanpa keluarga, aku tetap beryukur. Do'aku, semoga puasa kita diterima oleh Allah dan semog kita semua masih diberi kesempatan untuk bertemu Ramadhan di tahun depan, depannya lagi, depannya lagi, lagi dan lagi, entah sampai kapan. Aamiin.
Terakhir, semoga selepas Ramadhan ini, kita dapat menjadi pribadi yang makin baik kedepannya. Aamiin.

Meski udah telat, tapi, selamat berlebaran ya :)